Prinsip ini menekankan pentingnya kehati-hatian dan tanggung jawab dalam pengelolaan serta pengembangan teknologi di pertanian organik.
"Tantangan terbesar dalam pemanenan air yang berkelanjutan adalah mengembangkan solusi yang dapat diperluas secara efisien dan tetap praktis di luar laboratorium," kata Yaxuan Zhao, peneliti pascasarjana di laboratorium Yu.
Semakin banyak jumlah ternak, maka semakin besar pula metan yang dihasilkan. Secara global, metan menyumbang sekitar fourteen persen emisi fuel rumah kaca ke atmosfir.
Proses ini tidak hanya mengurangi jumlah limbah, tetapi juga memberikan kontribusi positif terhadap penurunan emisi karbon. Dalam upaya mencapai keberlanjutan, biomassa menjadi jawaban yang menarik.
Belum lagi, Jawa pada abad ke-19, disesaki pula oleh berbagai pergolakan di tingkat desa. Dari sisi ini, perlu diuji lebih lanjut melalui riset bahwa perubahan sosial justru terjadi di perdesaan bukan di perkotaan. Desa tidaklah statis, atau perkotaan lebih dinamis dalam perkembangan masyarakat. Disertasi doktoral Ong tentang perubahan sosial di perdesaan menggugah siapa pun untuk membandingkan dengan wilayah luar Jawa, mengingat ekspansi modal dan kolonialisme di Nusantara tidak berlangsung seragam dan serentak sepanjang abad ke-19.
Ketika membuat judul, selalu ingat siapa audiensmu dan apa yang mereka cari. Judul yang bagus adalah judul yang menjanjikan sesuatu yang diinginkan oleh pembaca.
Tak hanya itu, software kreatif seperti "energi terbarukan untuk semua" memastikan bahwa manfaatnya merata, mengatasi ketidaksetaraan akses.
"Ini membuka cara baru untuk mengembangkan sistem pengumpulan air yang berkelanjutan, membawa kita lebih dekat ke sistem pemanenan air yang praktis untuk rumah tangga dan komunitas kecil."
Sejarah sebagai inspirasi, edukasi sekaligus revolusi dalam pemikiran dan tindakan tentang manusia sangat kuat terlihat dalam isi percakapan antara Ong dan Achdian. Keduanya telah menjadikan percakapan tentang sejarah dan berbagai persoalan mutakhir bangsa ini sebagai hal yang produktif dan kreatif. Baik Ong maupun Achdian secara tersirat menunjukkan bahwa berbagai masalah yang muncul di Indonesia hingga hari ini adalah karena kita melepaskan diri dari sejarah. Tak ada lagi ruang bagi sejarah sebagai cermin untuk memahami masa kini dan memberi pencerahan dari keruwetan di dalamnya.
Saat memilih Indonesia, Ong mungkin telah berpikir jauh ke depan. Namun, jika menarik benang merah esai Ong, juga isi buku ini, pilihan Ong bisa dipahami. Kecintaan Ong terhadap Indonesia, dengan segala kritik di dalamnya, tercermin dalam tuturan Achdian. Ong mungkin tidak asal tunjuk ketika harus memilih Indonesia. Namun, jika jeli memahami hal itu, pilihan Ong di atas merupakan cermin kepedulian sangat sedikit/segelintir orang atas nasib bangsanya di tengah situasi ketidakpastian dan kehendak merdeka begitu kuat melekat di dalamnya. Ong seperti melawan arus dengan penuh kesadaran atas apa yang dipikirkan dan dilihatnya waktu itu.
Bagi Ong, sejarah menjadi sentral pemikiran dalam melihat fenomena yang terjadi di tengah masyarakat. Ong memang selalu menarik garis kesejajaran antara subyek yang sedang hangat diperbincangkan dengan perkembangan atau peristiwa yang (pernah) terjadi di masa silam. Karena itu, aneka pemikiran yang tertuang dalam berbagai esainya seolah tak pernah kering seperti mata air pengetahuan bagi siapa pun yang membaca olahan pemikirannya.
merupakan sebuah movie dokumenter yang tayang pada tahun 2016. Secara umum, dokumenter ini membahas mengenai ketidakstabilan ekonomi dan lingkungan dari sistem pangan di Amerika.
Energi terbarukan juga menciptakan peluang untuk pengembangan ekonomi yang berkelanjutan. Masyarakat dapat terlibat dalam pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur energi terbarukan, menciptakan lapangan kerja lokal yang berkelanjutan dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Buku ini merupakan semacam catatan kuliah Achdian yang dikumpulkan selama percakapannya dengan sang guru. Sebagai lawan debat dalam diskusi tentang apa pun, Achdian tidak serta-merta menerima begitu saja cecaran kritik Ong terhadap argumentasi yang terucap mendapatkan informasi lebih lanjut darinya. Setidaknya terjadi dialog, debat, dan juga titik temu dalam diskusi dan obrolan antarsejarawan beda “generasi” ini, sebagaimana dipaparkan Achdian dalam buku ini. Namun penulis buku ini tampaknya tak ingin menempatkan pencerahan dari Ong semata-mata berhenti atau sebatas pada pemberhalaan dan pemikiran yang mandul tanpa ada reproduksi kreatif sama sekali.